Rumus Menetapkan Besaran Mutah Dan Waktu Menyerahkannya
oleh A. Zahri
Keperpihakan Islam terhadap kaum perempuan sangat nyata. Dalam segala aspek kehidupan perempuan mendapat tempat yang terhormat sesuai fungsi dan perannya. Meskipun dalam segala hal tidak harus setara dengan kaum laki-laki. Kesetaraan gender bukanlah dari norma Islam, jika semua hal harus setara antara laki-laki dan perempuan, maka akan bias gender bahkan terjadi pemerkosaan hak dan kewajiban.
Dengan dalih persamaan, kemudian perempuan juga diwajibkan menanggung nafkah keluarga setara dengan laki-laki, maka akan memberatkan kaum perempuan. Boleh jadi perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam mengais rezeki di ruang public, tapi harus diingat tugas domestiknya yang utama adalah membersamai anak-anak mereka dalam pendidikan pertama, khususnya pendidikan karakter.
Dalam pandangan Islam yang utama bukan persamaan hak dan kewajiban, namun keadilan gender. Keadilan makna sederhananya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya atau memberikan hak kepada yang berhak. Berbasis keadilan gender, Islam menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga sekaligus sebagai penanggungjawab sumber utama pendapatan rumah tangga. Firman Allah Swt Surat An Nisa ayat 34: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya."
Hak dan kewajiban dalam bangunan rumah tangga Islam telah diatur sedemikian rupa secara berimbang. Bahkan dalam hal rumah tangga berpisah jalan karena suatu hal yang tidak bisa dipertemukan, Islam juga memberi solusi yang elegan. Untuk melindungi kaum perempuan dari hegemoni laki-laki ada kewajiban yang harus dibayar mantan suami kepada mantan istri, antara lain: nafkah terhutang, mutah dan iddah.
Arti Mutah dan Landasan Yuridisnya
Kata mutah متعة berasal dari kata متع artinya senang. Bentuk lainnya المتاع yang berarti sesuatu yang dijadikan sebagai objek bersenang-senang به يستمتع ما. Secara definitif, makna mutah menurut Muhammad al-Khathib Asy-Syarbainiy, dalam kitabnya Mugniy al-Muhtaj, adalah: "sejumlah harta yang wajib diserahkan suami kepada isterinya yang telah diceraikannya semasa hidupnya dengan cara talak atau cara yang semakna dengannya". Dalam kamus besar bahasa Indonesia, mutah ialah sesuatu (uang, barang dsb) yang diberikan suami kepada istri yang telah diceraikannya sebagai bekal hidup (penghibur hati) bekas istrinya.