Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama, Sahkah?
Oleh: Juan Maulana Alfedo, S.H. (Analis Perkara Peradilan, Pengadilan Agama Tembilahan)
Secara konstitusional, melangsungkan perkawinan merupakan hak asasi setiap warga negara yang dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Hal Ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 28B ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi :
“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Eksistensi perkawinan di Indonesia saat ini diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut Undang-Undang ini, perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada dasarnya, dalam suatu perkawinan seorang suami hanya diperbolehkan mempunyai seorang istri, begitu juga untuk seorang istri yang hanya diperbolehkan mempunyai seorang suami.4 Namun Undang-Undang ini secara yuridis memberikan ruang kepada seorang suami untuk dapat memiliki istri lebih dari satu (poligami) apabila dikehendaki oleh para pihak yang bersangkutan dengan izin Pengadilan. Hal ini telah diatur secara eksplisit dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi :
“Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”
Dalam konteks poligami yang subjek hukumnya merupakan orang-orang yang beragama Islam tentu pemberian izin poligami menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama. Hal ini sebagaimana telah dipertegas dalam Pasal 56 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi:
“Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama”
Berdasarkan ketentuan pasal diatas, seorang laki-laki beragama Islam yang ingin melangsungkan poligami wajib mengajukan izin ke Pengadilan Agama yang berada di daerah tempat tinggalnya. Sebagai contohnya pengajuan izin poligami di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau diajukan ke Pengadilan Agama Tembilahan.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa untuk dapat mengajukan permohonan izin poligami ke Pengadilan, seorang suami harus memenuhi beberapa syarat seperti :
a. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka;
d. Khusus syarat huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-urangnya (dua) tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
Syarat-syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya Pengadilan Agama hanya dapat
memberikan izin poligami apabila semua persyaratan tersebut telah terpenuhi. Selain syarat tersebut diatas, pada saat mengajukan izin poligami kepada Pengadilan Agama, terdapat beberapa syarat administratif yang wajib dipenuhi antara lain sebagai berikut:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami, istri, dan calon istri (masing-masing materai 10.000 lalu dilegalisasi di Kantor Pos);
b. Fotokopi surat nikah pemohon (materai 10.000 lalu dilegalisasi di Kantor Pos);
c. Surat pernyataan berlaku adil dari suami (materai 10.000 lalu dilegalisasi di Kantor Pos);
d. Surat pernyataan bersedia dipoligami (materai 10.000 lalu dilegalisasi di Kantor Pos);
e. Daftar harta gono-gini dengan istri pertama dan seterusnya yang diketahui oleh kelurahan/Kepala Desa setempat;
f. Surat keterangan penghasilan suami yang diketahui oleh kelurahan/Kepala Desa setempat;
g. Surat permohonan akan poligami sebanyak 6 rangkap yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama setempat.
Selanjutnya, menurut Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pengadilan hanya dapat memberikan izin kepada seorang suami yang ingin melangsungkan poligami apabila terdapat beberapa alasan sebagai berikut:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai Istri;
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.